Mungkin
aku dan kamu dipandang temen-temen kita cocog. Namun entah apa yang merusak
kata itu. Mungkin ini juga salahku karna aku terlalu berani mengatakan ini
semua. Aku ingat dengan kenangan-kenangan indah itu, aku ingat kata-kata itu
dikala saat itu 22 September 2011. Aku ingat semua omongan temen-temen tentang
hubungan kita, aku ingat semua cerita cinta kita, aku ingat harapan dan
janji-janji kita. Namun, mungkin semua kan berakhir, dengan hanya satu alasan.
Kebosanan menyelimuti dinding hati ini. Keinginan tuk sendiri menaburi naluriku
untuk bebas merasakan dunia yang baru. Cinta yang dulu datang dengan malu-malu.
Yang membuat semua berubah menjadi sepi. Dulu, dikala merah putih yang tak tahu
apa arti sebenarnya cinta, masa biru putih memulai merakit cerita, walau dusta
banyak mengelilingi kita berdua. Masa putih abu-abu yang baru mulai mengalir.
Namun, di sini, terdapat godaan-godaan yang lebih gila! Cinta yang dulu ku
pungkiri, kini datang dengan beribu harapan, berjuta kemesraan, bermiliaran
kasih sayang yang terus menghantuiku.
Semuanya datang dengan tiba-tiba. Aku takut bila cinta itu tak seindah
cinta yang kamu berikan. Bagaimana ini? Haruskah cintaku putus di tengah
langit? Membelah matahari dan menggelapkan seluruh cinta kita? Akankah harus ku
memanggil bulan untuk tetap menjaga bintang cinta ini agar tetap bersinar dan
menghangatkan naluriku. Ku ingin semua bahagia. Tanpa ada rasa luka. Dan ku
ingin pelangi hadir memayungi perasaan ini dikala hujan bimbang yang tak
henti-hentinya turun. Walau dinginnya terasa namun, aku butuh embun tuk
menyegarkan kerongkonganku yang haus akan perhatianmu, cintamu, dan seluruh
kasih sayang yang pernah engkau berikan. Agar
perasaanku padamu tak pernah lagi berkeliaran.